LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELITUS
I. Konsep Dasar Diabetes Mellitus
1.
Pengertian
Diabetes melitus merupakan sekelompok
kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemia. (Brunner &
Sudarth, 2002).
Diabetes
melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk
heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah
berkembang penuh secara klinis, maka diabetes melitus ditandai dengan
hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerotik dan penyakit vaskular
mikroangiopati dan neuropati (Price & Wilson, 2006).
Diabetes
melitus merupakan suatu penyakit kronik yang kompleks yang melibatkan kelainan
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya komplikasi makrovaskular
dan neurologis (Riyadi & Sukarmin, 2008).
2. Etiologi
a) Pada Diabetes tipe I:
Ditandai dengan adanya
kerusakan sel-sel beta pankreas, yang mungkin
disebabkan oleh kombinasi dari faktor genetik, imunologi dan mungkin
lingkungan .
1) Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes
tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan
genetik kearah terjadinya diabetes tipe I.
2) Faktor imunologi
Terdapat respon autoimun. Respons ini merupakan
respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut seolah-olah sebagai jaringan asing.
3) Faktor-faktor lingkungan
Penelitian sedang dilakukan terhadap
kemungkinan faktor-faktor external yang dapat
memicu destruksi sel beta. Sebagai
contoh virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan
destruksi sel beta.
b) Pada Diabetes tipe II
Penyebab resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe ini sebenarnya tidak begitu jelas,
tetapi faktor yang banyak berperan antara lain:
1) Kelainan genetik
Diabetes dapat menurun menurut
silsilah keluarga yang mengidap diabetes. Ini terjadi karena DNA pada orang
diabetes akan ikut diinformasikan pada gen berikutnya terkait dengan penurunan
produksi insulin.
2) Usia
Umumnya manusia mengalami
penurunan fisiologis yang secara dramatis dan cepat pada usia setelah 40 tahun.
Penurunan ini yang akan beresiko pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk
memproduksi insulin dan resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas
65 tahun
3) Gaya hidup stress
Stress kronis cenderung
membuat seseorang mencari makanan yang cepat saji yang kaya pengawet, lemak dan
gula. Makanan ini berpengaruh besar terhadap kerja pankreas. Stress juga akan
meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan sumber energi
yang berakibat pada kenaikkan kerja pankreas. Beban yang tinggi membuat
pankreas mudah rusak hingga berdampak pada penurunan insulin.
4) Pola makan yang salah
Kurang gizi atau kelebihan
berat badan dapat meningkatkan resiko terkena diabetes. Malnutrisi dapat
merusak pankreas sedangkan obesitas meningkatkan gangguan kerja atau resistensi
insulin. Pola makan yang tidak teratur dan cenderung terlambat juga akan
berperan pada ketidakseimbangan kerja pankreas.
5) Obesitas
Obesitas mengakibatkan sel-sel
beta pankreas mengalami hipertrofi yang akan berpengaruh terhadap penurunan
produksi insulin. Hipertrofi pankreas pada penderita obesitas disebabkan karena
peningkatan beban metabolisme glukosa un
tuk mencukupi energi sel yang
terlalu banyak.
3. Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi menurut ADA (American Diabetes Association) yang dikutip oleh Price &
Wilson (2006) dan yang telah disahkan oleh WHO, yaitu :
a) Diabetes Melitus
1. Tipe 1 (juvenile onset dan tipe denpenden insulin) 5-10% kejadian.
1) Akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta.
2) Idiopatik, tidak diketahui sumbernya.
Subtipe ini
sering timbul pada etnik keturunan Afrika-Amerika, Asia.
Awitan terjadi pada segala
usia, tetapi biasanya muda < 30 tahun. Biasanya bertubuh kurus pada saat
didiagnosis dengan penurunan BB yang baru saja terjadi. Cenderung mengalami komplikasi akut hiperglikemi: ketoasidosis
diabetik (Brunner & Suddarth, 2002).
2.
Tipe 2 (onset maturity dan nondependen insulin) : 90-95% kejadian.
Obesitas, herediter dan
lingkungan sering dikaitkan dengan penyakit ini. Awitan terjadi di segala usia
biasanya > 30 tahun. Cenderung meningkat pada usia > 65 tahun. Mayoritas
penderita obesitas dapat mengendalikan kadar glukosa darah melalui penurunan
berat badan. Agens hipoglikemia oral dapat memperbaiki kadar glukosa darah bila modifikasi diet dan
latihan tidak berhasil. Memerlukan insulin dalam waktu yang pendek atau panjang
untuk mencegah hiperglikemi. Ketosis jarang terjadi, kecuali bila dalam keadaan
stress atau menderita infeksi. Komplikasi akut: sindrom hiperosmolar nonketotik
(Brunner & Suddarth, 2002).
3. Diabetes
Gestasional (GDM)
Dikenali pertama kali selama
kehamilan dan mempengaruhi 4% dari semua kehamilan. Faktor resiko yaitu usia
tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga dan riwayat gestasional
dahulu. Karena terjadi peningkatan sekresi berbagai hormon yang mempunyai efek
metabolik terhadap toleransi glukosa maka kehamilan adalah suatu keadaaan
diabetogenik.
- Tipe khusus lain
· Cacat genetik fungsi sel beta: MODY
· Memiliki prevalensi familial yang tinggi
dan bermanifestasi sebelum usia 14 tahun. Pasien sering kali obesitas dan
resisten terhadap insulin.
· Kelainan genetik pada kerja insulin,
menyebabkan sindrom resistensi insulin yang berat dan akantosis negrikans.
· Penyakit pada eksokrin pankreas
menyebabkan pankreatitis kronik.
· Penyakit endokrin seperti sindrom cushing
dan akromegali.
· Obat-obat yang bersifat toksik terhadap
sel-sel beta.
· Infeksi.
- Gangguan toleransi glukosa (IGT)
Tes toleransi glukosa
menunjukkan kelainan dan pasien menunjukkan asimtomatis. IGT mungkin
menunjukkan adanya diabetes dalam stadium dini. Mereka ini tidak digolongkan
sebagai penderita diabetes tetapi dianggap beresiko tinggi terhadap diabetes.
6. Manifestasi Klinis
Menurut Sujono & Sukarmin
(2008) manifestasi klinis pada penderita DM, yaitu:
a)
Gejala
awal pada penderita DM adalah
1. Poliuria (peningkatan volume urine)
2. Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat
volume urine yang sangat besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi
ekstrasel. Dehisrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel
akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma
yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH (antidiuretic hormone) dan menimbulkan
rasa haus.
3. Polifagia (peningkatan rasa lapar).
Sejumlah kalori hilang kedalam air kemih, penderita mengalami penurunan berat
badan. Untuk mengkompensasi hal ini penderita seringkali merasa lapar yang luar
biasa.
4. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat
gangguan aliran darah pada pasien diabetes lama, katabolisme protein diotot dan
ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.
b) Gejala lain yang muncul:
1. Peningkatan angka infeksi akibat penurunan
protein sebagai bahan pembentukan antibody, peningkatan konsentrasi glukosa
disekresi mukus, gangguan fungsi imun dan penurunan aliran darah pada penderita
diabetes kronik.
2. Kelainan kulit gatal-gatal, bisul. Gatal
biasanya terjadi di daerah ginjal, lipatan kulit seperti di ketiak dan dibawah
payudara, biasanya akibat tumbuhnya jamur.
3. Kelainan ginekologis, keputihan dengan
penyebab tersering yaitu jamur terutama candida.
4. Kesemutan rasa baal akibat neuropati.
Regenerasi sel mengalami gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama yang
berasal dari unsur protein. Akibatnya banyak sel saraf rusak terutama bagian
perifer.
5. Kelemahan tubuh
6. Penurunan energi metabolik yang dilakukan
oleh sel melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung secara optimal.
7. Luka yang lama sembuh, proses penyembuhan
luka membutuhkan bahan dasar utama dari protein dan unsur makanan yang lain.
Bahan protein banyak diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga bahan
yang diperlukan untuk penggantian jaringan yang rusak mengalami gangguan.
8. Laki-laki dapat terjadi impotensi,
ejakulasi dan dorongan seksualitas menurun karena kerusakan hormon testosteron.
9. Mata kabur karena katarak atau gangguan
refraksi akibat perubahan pada lensa oleh hiperglikemia.
7. Komplikasi
Menurut Price & Wilson
(2006), komplikasi DM dibagi dalam 2 kategori mayor, yaitu komplikasi metabolik
akut dan komplikasi vaskular jangka panjang.
a) Komplikasi Metabolik Akut
1. Hyperglikemia.
Menurut Sujono & Sukarmin (2008)
hiperglikemi didefinisikan sebagai kadar glukosa darah yang tinggi pada rentang
non puasa sekitar 140-160 mg/100 ml darah.
Hiperglikemia mengakibatkan
pertumbuhan berbagai mikroorganisme dengan cepat seperti jamur dan bakteri.
Karena mikroorganisme tersebut sangat cocok dengan daerah yang kaya glukosa.
Setiap kali timbul peradangan maka akan terjadi mekanisme peningkatan darah
pada jaringan yang cidera. Kondisi itulah yang membuat mikroorganisme mendapat
peningkatan pasokan nutrisi. Kondisi ini akan mengakibatkan penderita DM mudah
mengalami infeksi oleh bakteri dan jamur.
Secara rinci proses terjadinya
hiperglekemia karena defisit insulin tergambar pada perubahan metabolik sebagai
berikut:
§ Transport glukosa yang melintasi membran
sel berkurang.
§ Glukogenesis (pembentukkan glikogen dari
glukosa) berkurang dan tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah.
§ Glikolisis (pemecahan glukosa) meningkat,
sehingga cadangan glikogen berkurang dan glukosa hati dicurahkan ke dalam darah
secara terus menerus melebihi kebutuhan.
§ Glukoneogenesis pembentukan glukosa dari
unsur karbohidrat meningkat dan lebih banyak lagi glukosa hati yang tercurah
kedalam darah hasil pemecahan asam amino dan lemak.
Yang
tergolong komplikasi metabolisme
akut hyperglikemia yaitu :
1. Ketoasidosis Diabetik (DKA)
Apabila kadar insulin sangat
menurun, pasien mengalami hiperglikemi dan glukosuria berat, penurunan
lipogenesis, peningkatan lipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas
disertai pembentukan benda keton. Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan
ketosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hidrogen dan
asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat
mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kekurangan
elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok. Akibat penurunan
oksigen otak, pasien akan mengalami koma dan kematian.
2. Hiperglikemia, hiperosmolar, koma
nonketotik (HHNK)
Sering
terjadi pada penderita yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut,
namun relatif, hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Hiperglikemia berat dengan
kadar glukosa serum > 600 mg/dl. Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolaritas,
diuresis osmotik dan dehidrasi berat.
3. Hipoglikemia (reaksi insulin, syok
insulin) terutama komplikasi terapi insulin. Penderita DM mungkin suatu saat
menerima insulin yang jumlahnya lebih banyak daripada yang dibutuhkan untuk
mempertahankan kadar glukosa normal yang mengakibatkan terjadinya hipoglikemia.
Menurut
Brunner & Suddarth (2002) hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar gula
darah turun dibawah 50-60 mg/dl (2,7-3,3 mmol/L). Keadaan ini dapat terjadi
akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan
yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat. Tingkatan
hypoglikemia adalah sbb:
(1) Hipoglikemia ringan
Ketika kadar glukosa menurun,
sistem saraf simpatik akan terangsang. Pelimpahan adrenalin kedalam darah
menyebabkan gejala seperti perspirasi, tremor, takikardi, palpitasi,
kegelisahan dan rasa lapar.
(2) Hipoglikemia sedang
Penururnan kadar glukosa yang
menyebabkan sel-sel otak tidak memperoleh cukup bahan bakar untuk bekerja
dengan baik. Berbagai tanda gangguan fungsi pada sistem saraf pusat mencakup
ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusi, penurunan daya
ingat, patirasa didaerah bibir serta lidah, bicara pelo, gerakan tidak
terkoordinasi, perubahan emosional, perilaku yang tidak rasional,
(3) Hipoglikemia berat
Fungsi sistem saraf mengalami
gangguan yang sangat berat sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain
untuk mengatasi hipoglikemi yang dideritanya. Gejalanya dapat mencakup perilaku
yang mengalami disorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan dari tidur atau
bahkan kehilangan kesadaran.
Penanganan harus segera
diberikan saat terjadi hipoglikemi. Rekomendasi biasanya berupa pemberian 10-15
gram gula yang bekerja cepat per oral misalnya 2-4 tablet glukosa yang dapat
dibeli di apotek, 4-6 ons sari buah atau teh manis, 2-3 sendok teh sirup atau
madu. Bagi pasien yang tidak sadar, tidak mampu menelan atau menolak terapi,
preparat glukagon 1 mg dapat disuntikkan secara SC atau IM. Glukagon adalah
hormon yang diproduksi sel-sel alfa pankreas yang menstimulasi hati untuk
melepaskan glukosa
b) Komplikasi Kronik Jangka Panjang
1) Mikroangiopati merupakan lesi spesifik
diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopati diabetik), glomerolus ginjal (nefropati diabetik) dan saraf-saraf perifer (neuropati diabetik).
2) Makroangiopati, mempunyai gambaran
histopatologis berupa aterosklerosis. Gabungan dari gangguan biokimia yang
disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi penyebab jenis penyakit
vaskular. Gangguan dapat berupa penimbunan sorbitol dalam intima vaskular,
hiperlipoproteinemia dan kelainan pembekuan darah.
8. Data Penunjang Diagnostik
Penentuan
diagnosa D.M adalah dengan pemeriksaan gula darah , menurut Sujono &
Sukarmin (2008) antara lain:
a. Gula darah puasa (GDO) 70-110 mg/dl.
Kriteria diagnostik untuk DM > 140 mg/dl paling sedikit dalam 2 kali
pemeriksaan. Atau > 140 mg/dl disertai gejala klasik hiperglikemia atau IGT
115-140 mg/dl.
b. Gula darah 2 jam post prondial <140 atau="" bukan="" diagnostik.="" digunakan="" dl="" evaluasi="" mg="" pengobatan="" skrining="" span="" untuk="">140>
- Gula darah sewaktu < 140 mg/dl digunakan untuk skrining bukan diagnostik.
d. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). GD <
115 mg/dl ½ jam, 1 jam, 1 ½ jam < 200 mg/dl, 2 jam < 140 mg/dl.
e. Tes toleransi glukosa intravena (TTGI)
dilakukan jika TTGO merupakan kontraindikasi atau terdapat kelainan
gastrointestinal yang mempengaruhi absorbsi glukosa.
f. Tes toleransi kortison glukosa, digunakan
jika TTGO tidak bermakna. Kortison menyebabkan peningkatan kadar glukosa
abnormal dan menurunkan penggunaan gula darah perifer pada orang yang
berpredisposisi menjadi DM kadar glukosa darah 140 mg/dl pada akhir 2 jam
dianggap sebagai hasil positif.
g. Glycosetat hemoglobin, memantau glukosa
darah selama lebih dari 3 bulan.
h. C-Pepticle 1-2 mg/dl (puasa) 5-6 kali
meningkat setelah pemberian glukosa.
i.
Insulin
serum puasa: 2-20 mu/ml post glukosa sampai 120 mu/ml, dapat digunakan dalam
diagnosa banding hipoglikemia atau dalam penelitian diabetes.
Kriteria Diagnosik.
Kriteria diagnostik WHO untuk Diabetes Melitus pada
orang dewasa yang tidak hamil,
pada sedikitnya 2
kali pemeriksaan:
a) Glukosa plasma sewaktu/random > 200 mg/dl (11,1 mmol/L).
b) Glukosa plasma puasa/nuchter > 140 mg/dl
(7,8 mmol/L).
c) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2
jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gram karbohidrat (2 jam post prandial
(pp)) > 200 mg/dl (11,1 mmol/L). (World Health Organization, Diabetes Melitus, Report
of a WHO study group. Teach Report Series No. 727,
1985) kutipan dalam Brunner & Suddarth (2002).
9. Penatalaksanaan
a) Diet
Tujuan utama penatalaksanaan diet
pada DM adalah:
1. Mencapai dan kemudian mempertahankan kadar glukosa darah mendekati kadar
normal.
2. Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati
kadar yang optimal.
3. Mencegah komplikasi akut dan kronik.
4. Meningkatkan kualitas hidup.
Pada dasarnya harus mengikuti prinsip
berikut:
1. Cukup kalori atau mempertahankan BB idaman
2. Perhatikan bila ada komplikasi. Sesuaikan
dengan komplikasi itu
3. Cukup vitamin dan mineral
1) Tepat jumlah :
Jumlah kalori harus diperhitungkan dengan
benar.
Tepat jumlah:
karbohidrat 60-70%, protein 10-15%, lemak 20-25%. Jumlah kalori
disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan jasmani
.
Penentuan gizi penderita dilaksanakan menurut Brocca:
|
|
Ada beberapa cara yang dibutuhkan untuk
menghitung jumlah kalori yang dibutuhkan pasien:
· Menghitung kebutuhan basal dengan cara
mengalikan BB dengan 30 untuk laki-laki dan 25 untuk wanita, dan ditambah
sesuai kegiatan yang dilakukan:
Ringan
|
Sedang
|
Berat
|
100-200Kcal/jm
|
200-350Kcal/jam
|
400-900Kcal/jm
|
Mengendarai
mobil
Memancing
Kerja Lab
Kerja
sekertaris
Mengajar
|
Kerja RT
Bersepeda
Jalan cepat
Berkebun
|
Aerobik
Bersepeda
Memanjat
Menari, lari
Sepak bola
Tennis
|
·
Kerja
ringan tambah 10% dari kebutuhan basal
·
Pada
pasien kurus : 2300-2500 Kcal
·
Pada
pasien normal: 1700-2100 Kcal
·
Pada
pasien gemuk: 1300-1500 Kcal
Dewasa
|
Kcalori/ kg
BB idaman
|
||
Kerja santai
|
Kerja sedang
|
Kerja berat
|
|
Gemuk
|
25-25
|
30
|
35
|
Normal
|
30
|
35
|
40
|
Kurus
|
35
|
40
|
40-50
|
2) Tepat Jenis
· Bahan makanan yang harus dihindari: gula murni dan bahan makanan
yang diolah dengan menggunakan gula murni seperti: gula pasir, gula jawa, madu,
sirop. alkohol (Alkohol dapat memperburuk penderita hiperlipidemia
dan dapat mencetuskan hipoglikemia terutama jika tidak makan).
· Makanan yang dibatasi: sumber hidrat arang kompleks seperti: nasi, Lemak jenuh , lontong, ketan ,jagung, roti, singkong, talas, kentang, sagu, mie.
· Batasi natrium untuk menghindari
hipertensi
3)
Tepat
jadwal.
Antara porsi
besar dengan makanan selingan diberi jarak 3 jam
b) Olah raga.
Latihan jasmani teratur 3-4
kali tiap minggu selama + ½ jam. Adanya kontraksi otot akan merangsang
peningkatan aliran darah dan penarikan glukosa ke dalam sel. Penderita diabetes
dengan kadar glukosa darah >250mg/dl dan menunjukkan adanya keton dalam
urine tidak boleh melakukan latihan sebelum pemeriksaan keton urin menunjukkan
hasil negatif dan kadar glukosa darah mendekati normal. Latihan dengan kadar
glukosa tinggi akan meningkatkan sekresi glukagon, growth hormon dan
katekolamin. Peningkatan hormon ini membuat hati melepas lebih banyak glukosa
sehingga terjadi kenaikan kadar glukosa darah.Untuk pasien yang menggunakan
insulin setelah latihan dianjurkan makan camilan untuk mencegah hipoglikemia dan mengurangi dosis insulinnya yang akan
memuncak pada saat latihan.
Obat-obatan
Indikasi pengobatan insulin
1. Ketoasidosis diabetikum/koma hiperosmolar
non ketotik
2. Diabetes dengan berat badan kurang
3. Diabetes yang mengalami stres (infeksi,
operasi dll)
4. Diabetes kehamilan
5. Diabetes tipe 1
6. Kegagalan pemakaian obat hiperglikami oral
Golongan
obat-obat DM
(1) Golongan sulfoniluria: merangsang sel beta
pankreas mengeluarkan insulin.
(2) Golongan binguanid: merangsang sekresi
insulin yang tidak menyebabkan hipoglikemia.
(3) Alfa glukosidase inhibitor: menghambat
kerja insulinalfa glukosidase didalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan
penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia post prandial.
(4) Insulin sensitizing agent: efek
farmakologi meningkatkan sensitifitas berbagai masalah akibat resistensi
insulin.
o Kerja cepat: RI (regular
insulin) dengan masa kerja 2-4 jam contoh obat: actrapid.
o
Kerja
sedang: NPN dengan masa kerja 6-12 jam.
o
Kerja
lambat: PZI (protamme zinc insulin) masa
kerja 18-24 jam.
c) Penyuluhan Kesehatan
Informasi yg perlu diberikan :
1. Patofisiologi sederhana: definisi diabetes , batas-batas
kadar
glukosa darah dan efek terapi insulin ,makanan dan stress
2. Pendekatan terapi : cara pemberian insulin,
3. Dasar-dasar diit,
4. Pemantauan kadar glukosa darah, keton urin.
5. Pengenalan, penanganan dan pencegahan: hipoglikemia hiperglikemia.
6. Informasi pragmatis: dimana membeli dan menyimpan insulin, kapan bagaimana
cara menghubungi dokter.
2. Konsep Asuhan Keperawatan
a)
Pengkajian
1)
Identitas
Nama, usia (DM Tipe 1 Usia < 30 tahun. DM Tipe 2 Usia >
30 tahun, cenderung meningkat pada usia > 65 tahun), kelompok etnik di
Amerika Serikat golongan Hispanik serta penduduk asli Amerika tertentu memiliki
kemungkinan yang lebih besar, jenis kelamin, status, agama, alamat, tanggal
MRS, diagnosa masuk. Pendidikan dan pekerjaan, orang dengan pendapatan tinggi
cenderung mempunyai pola hidup dan pola makan yang salah. Cenderung untuk
mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung gula dan lemak yang berlebihan.
Penyakit ini biasanya banyak dialami oleh orang yang pekerjaannya dengan
aktivitas fisik yang sedikit.
2)
Keluhan
utama
(1)
Kondisi
hiperglikemi:
Penglihatan kabur, lemas, rasa haus dan banyak kencing,
dehidrasi, suhu tubuh meningkat, sakit kepala.
(2)
Kondisi
hipoglikemi
Tremor, perspirasi, takikardi, palpitasi, gelisah, rasa
lapar, sakit kepala, susah konsentrasi, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat,
patirasa di daerah bibir, pelo, perubahan emosional, penurunan kesadaran.
3)
Riwayat
penyakit sekarang
Dominan muncul adalah sering kencing, sering lapar dan haus,
berat badan berlebih. Biasanya penderita belum tahu kalau itu penyakit DM, baru
tahu setelah memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan.
4)
Riwayat
kesehatan dahulu
DM dapat terjadi saat kehamilan, penyakit pankreas, gangguan
penerimaan insulin, gangguan hormonal, konsumsi obat-obatan seperti
glukokortikoid, furosemid, thiazid, beta bloker, kontrasepsi yang mengandung
estrogen.
5)
Riwayat
kesehatan keluarga
Menurun menurut silsilah karena kelainan gen yang
mengakibatkan tubuhnya tidak dapat menghasilkan insulin dengan baik.
b)
Pemeriksaan
Fisik
1)
Aktivitas
dan Istirahat
Gejala: lemah, letih, sulit bergerak atau beijalan, kram
otot, tonus otot menurun, gangguan istirahat dan tidur.
Tanda: takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau
dengan aktivitas, letargi, disorientasi, koma.
2)
Sirkulasi
Gejala: adanya riwayat penyakit hipertensi, inpark miokard
akut, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki,
penyembuhan yang lama. Tanda: takikardia, perubahan TD postural, nadi menurun,
disritmia, krekels, kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung.
3)
Integritas
ego
Gejala: stress,
tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi.
Tanda: ansietas, peka rangsang.
4)
Eliminasi
Gejala: perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa
nyeri terbakar, kesulitan berkemih, ISK, nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda: urine encer, pucat, kuning, poliuri, bising usus
lemah, hiperaktif pada diare.
5)
Makanan
dan cairan
Gejala: hilang nafsu makan, mual muntah, tidak mengikuti
diet, peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan berat badan,
haus, penggunaan diuretik.
Tanda: kulit kering bersisik, turgor jelek, kekakuan,
distensi abdomen, muntah, pembesaran tiroid, napas bau aseton.
6)
Neurosensori
Gejala: pusing, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot,
parastesia, gangguan penglihatan.
Tanda: disorientasi, mengantuk, letargi, stupor/koma, gangguan
memori, refleks tendon menurun, kejang.
7)
Pernapasan
Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa
sputum. Tanda: pernapsan cepat dan dalam, frekuensi meningkat.
8)
Seksualitas
Gejala: rabas vagina, impoten pada pria, kesulitan orgasme
pada wanita.
9)
Penyuluhan
Gejala: fakor resiko keluarga DM, PJK, HT, stroke,
penyembuhan yang lambat, penggunaan obat steroid, diuretik, dilantin,
fenobarbitol. Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik.
c. Diagnosa Keperawatan
1) Defisit volume
cairan berhubungan dengan diuresis osmotik
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam
diharapkan adanya keseimbangan volume cairan dan tidak teijadi syok hipovlemik.
Kriteria hasil: TTV stabil (N.80-88 x/menit, TD:
100-140/80-90 mmHg, S: 36,5- 37°C, RR: 16-22 x/menit), nadi perifer teraba,
turgor kulit baik, CRT < 2 detik, haluaran urine >1500-1700 cc/hari,
kadar elektrolit urin dalam batas normal.
2)
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan insulin.
Tujuan: setelahh diberikan tindakan 5x24 jam diharpakan
nutrisi terpenuhi. Kriteria hasil: peningkatan masa otot, nilai Hb normal,
dapat menghabiskan porsi makanan yang dihidangkan.
3)
Resiko
tinggi terhadap perubahan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan
gangguan mikrovaskular.
Tujuan: setelah diberikan tindakan selama 5x24 jam diharapkan
tidak terjadi perubahan persepsi sensori penglihatan.
Kriteria hasil: pasien tidak mengeluh penglihatannya kabur
atau diplopia, visus 6/6, nilai laboratorium terkait eksitasi persarafan dalam
batas: natrium: 135-147 meq/l, kalsium: 9-11 mg/dl, kalium: 3,5-5,5 meq/l,
klorida: 100-106 meq/l.
4)
Keletihan
berhubungan dengan penurunan masa otot.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan 3x24 jam diharapkan adanya
peningkatan kemampuan dalam beraktivitas.
Kriteria hasil: pasien mengungkapkan badannya tidak letih
atau berkurang, skala kekuatan otot 5, menunjukkan perbaikan kemampuan untuk
berpartisipasi dalam aktivitas.
5)
Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan gangguan sirkulasi.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan selama 5x24 jam diharapkan
integritas kulit membaik dan tidak teijadi perluasan kerusakan.
Kriteria hasil: teijadi perbaikan status metabolik yang
dibuktikan oleh gula darah dalam batas normal, bebas dari drainase purulen,
menunjukkan tanda-tanda penyembuhan dengan tepi luka bersih, tidak terdapat
pembengkakan pada luka.
6)
Perubahan
pola nafas berhubungan dengan asidosis metabolik.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan selama 5x24 jam diharapkan
peningkatan keefektifan pola nafas.
Kriteria hasil: RR: 18-24 x/menit, pernafasan reguler, tidak
berbau keton.
7)
Kurang
pengetahuan mengenai penyakit berhubungan dengan kurang mengingat intervestasi
informasi.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan 1x24 jam diharapkan
informasi mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan.
Kriteria hasil: mengungkapkan pemahaman tentang penyakit
misalnya dapat menyebutkan penyakit, dapat mengidentifikasi hubungan tanda dan
gejala dengan proses penyakit.
d. Intervensi Keperawatan
1)
Defisit
volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik
(1)
Pantau
TTV, catat adanya perubahan TD.
R/ penurunan volume cairan darah akibat diuresis osmotik
dapat dimanifestasikan oleh hipotensi, takikardi, nadi teraba lemah.
(2)
Kaji
suhu, warna, turgor kulit dan kelembaban, pengisian kapiler dan membran mukosa.
RJ dehidrasi yang disertai demam akan teraba panas, kemerahan
dan kering di kulit sebagai indikasi penurunan volume pada sel.
(3)
Pantau
masukan dan pengeluaran, catat balance cairan.
R1 memberikan perkiraan kebutuhan cairan tubuh (60-70% BB
adalah air).
(4)
Berikan
cairan 1500-2500 ml dalam batas yang dapat ditoleransi jantung.
R/ mempertahankan komposisi cairan tubuh, volume sirkulasi
dan menghindari overload j
antung.
(5)
Batasi
intake cairan yang mengandung gula dan lemak misalnya cairan dari buah yang
manis.
R/ menghindari kelebihan ambang ginjal dan menurunkan tekanan
osmosis.
2)
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan masa otot.
(1)
Timbang
berat badan.
R/ mengkaji indikasi terpenuhinya kebutuhan nutrisi dan
menentukan jumlah kalori yang harus dikonsumsi penderita DM.
(2)
Tentukan
program diet dan pola makan pasien sesuai dengan kadar gula.
R/ menyesuaikan antara kebutuhan kalori dan kemampuan sel
untuk • mengambil glukosa.
(3)
Libatkan
keluarga pasien dalam memantau waktu makan Jumlah nutrisi. R/ meningkatkan
partisipasi keluarga dan mengontrol masukan nutrisi.
(4)
Kolaborasi
pengobatan insulin secara teratur dan intermiten.
R/ insulin reguler memiliki awitan cepat dan karenanya dengan
cepat pula dapat membantu memindahkan ke dalam sel.
(5)
Kolaborasi
dengan ahli diet.
Kebutuhan diet penderita harus disesuaikan dengan jumlah
kalori karena kalau tidak terkontrol akan beresiko hiperglikemia.
3)
Resiko
tinggi terhadap perubahan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan
perubahan kimia endogen.
(1)
Pantau
TTV dan status mental.
R/ sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal, seperti
suhu yang meningkat dapat mempengaruhi fungsi mental.
(2)
Kaji
status persepsi penglihatan seperti menggunakan test visus dengan snellen card
(apabila memungkinkan).
R/ untuk mengkaji status persepsi pasien.
(3) Pantau pemasukan elektrolit melalui makanan maupun
minuman seperti buah pisang dan makanan yang mengandung garam.
R/ meningkatkan eksitasi persarafan dan mencegah kelebihan
elektrolit seperti natrium berdampak pada peningkatan ikatan cairan.
4)
Keletihan
berhubungan dengan penurunan masa otot.
(1)
Buat
perencanaan dengan pasien dan indikasi aktivitas yang menimbulkan keletihan.
R/ aktivitas akan lebih terarah dan menghidari keletihan yang
berlebihan.
(2)
Berikan
aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup.
R/ memberi kesempatan untuk mencukupkan produksi energi untuk
aktivitas.
(3)
Pantau
nadi, pernafasan, TD, sebelum melakukan aktivitas.
R/ Mengindikasikan tingkat pemenuhan energi dengan tingkat
aktivitas.
(4)
Tekankan
pentingnya mempertahankan pemeriksaan gula darah setiap hari.
R/ membantu menciptakan gambaran nyata dari produksi energi
metabolik dan unsur glukosa.
5)
Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan gangguan sirkulasi.
(1)
Dapatkan
kultur dari drainase luka saat masuk.
R/ mengidentifikasi patogen penyebab disintegrasi kulit dan
terapi pilihan.
(2)
Kaji
area luka setiap kali merawat luka dan mengganti balutan.
R/ mengidentifikasi tingkat sirkulasi pada luka.
(3)
Balut
luka dengan kasa steril
R/ meminimalkan kontaminasi mikroorganisme.
(4)
Kolaborasi
pemberian antibiotik.
R/ pengobatan infeksi dan pencegahan komplikasi.
6) Pola nafas tidak efektif berhubungan
dengan asidosis metabolik.
(1)
Tinggikan
bagian kepala tempat tidur untuk memudahkan bernafas.
R/ mengurangi penekanan saat pengembangan paru oleh
diafragma.
(2)
Kaji
frekuensi dan kedalaman pernafasan.
R/ peningkatan kedalaman pernafasan sebagai salah satu
indikasi peningkatan benda keton dalam tubuh.
(3)
Anjurkan
pasien banyak istirahat, hindarkan dari rangsangan psikologis yang berlebihan.
R/ mengurangi tingkat penggunaan energi yang tidak banyak
diperoleh dari glukosa melainkan dari benda keton.
7) Kurang pengetahuan mengenai penyakit
berhubungan dengan kurang mengingat
intervestasi informasi.
(1) Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakit,
prognosa, dan pengobatannya
R/ untuk memberikan informasi yang tepat pada pasien dan
menghindari kejemuan informasi.
(2)
Lakukan
pemberian pendidikan kesehatan secara bertahap dan sesuai rencana pada satuan
acara pembelajaran (SAP).
R/ memberikan informasi yang akurat dan bermakna bagi pasien
dan bagi perawat dapat mengetahui perkembangan pengetahuan pasien dengan pasti.
(3)
Diskusikan
bersama pasien tentang penyakitnya.
R/ memberikan pengetahuan dasar dimana pasien cepat membuat
pertimbangan dalam memilih gaya hidup.
(4)
Tinjau
ulang program pengobatan.
R/ pemahaman tentang semua aspek penggunaan obat meningkatkan
penggunaan yang tepat.
8) Ketidakpatuhan pada diet rendah
kalori yang berhubungan dengan ketidak sesuaian penyiapan makanan khusus dan
kurangnya dukungan keluarga.
(1)
Tentukan
alasan tingkah laku yang mengganggu pengobatan.
R/: Berbagai faktor mungkinterlibat dalam tingkah laku yang
menggunggu rejimen pengobatan.
(2)
Bantu
pasien dan keluarga memahami kebutuhan untuk mengikuti penanganan
sesuai program dan konsekuensi akibat
ketidakpatuhan.
R/: Memberikan kesempatan untuk menjelaskan sudut pandang /
kedalam konsep. Memastikan bahwa pasien/orang terdekat memiliki informasi yang
akurat/aktual untuk membuat pilihan-pilihan.
(3)
Berikan
instruksi tertulis tentang manfaat dan lokasi aktivitas pelayanan kesehatan
sesuai dengan keperluan.
R/: memudahkan pasien untuk melaksanakan diet dan mengarahkan
pasien kemana harusnya bertanya bila mengalami kesulitan dalam menjalankan
diet,
(4)
Konsultasikan
dengan tim kesehatan lain tentang perubahan yang mungkin dalam program pengobatan untuk
mendukung kepatuhan pasien.
R/: pasien yang setuju akan bertanggung jawab atas dirinya
sendiri dan akan lebih mampu bekerja sama.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner
& Suddarth (2002). Buku Ajar Keperawatan
Medlkal - Bedah Ed. 8. Jakarta: EGC.
Carpenito
& Moyet (2007). Buku Saku Diagnosis
Keperawatan. Jakarta: EGC.
Doenges,
dkk., (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Edisi
3. Jakarta: EGC.
Lanywati,
Endang (2007). Diabetes Melitus Penyakit Kencing
Manis. Yokyakarta: kanisius.
Price & Wilson (2006). Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit.
Jakarta:
EGC.
Sujono
& Sukarmin (2008). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eksokrin & Endokrin
pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Tjokronegoro, Aijatmo (1996). Buku
Ajar Urnu Penyakit Dalam Jilid
I.
Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
Wilkinson, Judith M. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Nic
Noc
Jakarta: EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
diantara malam aku sujut bersimpu malu meratapi segala kelemahan dan kekurangnku dan segala dosa yag ku perbuat