A.
Konsep
Dasar Medik
1.
Definisi
Tuberkulosis
(TB) Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi. (Mansjoer, 2009: hal 472).
Tuberkulosis
adalah penyakit infeksius yang disebabkan Mycobacterium Tuberkulosis terutama
menyerang parenkim paru, dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya,
termaksuk meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe. (Brunner, 2002: hal 349).
Tuberkulosis
(TB) penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis yang
mampu menginfeksi secara laten maupun progresif. (Elin, 2009: hal 918).
Tuberkulosis
merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis dan
biasanya menjangkiti paru. (Esther, 2010: hal 193).
Tuberkulosis
adalah contoh lain infeksi saluran napas bawah. Penyakit ini disebabkan oleh
mikro-organisme Mycobacterium Tuberculosis, yang biasanya ditularkan melalui
inhalasi percikan ludah (droplet), orang ke orang, dan mengkolonisasi
bronkiolus atau alveolus. (Elishabeth, 2001: hal 414).
Tuberculosis
adalah suatu penyakit granulomatosa kronis menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini bisanya mengenai paru, tetapi mungkin
menyerang semua organ atau jaringan di tubuh. (Robins, 2007: hal 544).
Tuberkulosis
paru merupakan penyakit infeksi menular, menyerang pada paru, disebabkan oleh
basil mycobacterium tuberkulosa (Murwani, 2009: hal 11).
2.
Klasifikasi
Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2233), klasifikasi tuberculosis Paru, yaitu :
a. Pembagian
secara patologis:
1) Tuberculosis
primer (childhood tuberculosis).
2) Tuberculosis
post-primer ( adult tuberculosis)
b. Pembagian
secara aktivitas radiologis tuberculosis
paru (Koch Pulmonum) aktif , non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh)
c. Pembagian
secara radiologis (luas lesi)
1) Tuberculosis
minimal, terdapat sebagian kecil infiltrate nonka-vitas pada satu paru maupun
kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
2) Moderately
advanced tuberculosis, ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm.
jumlah infiltrate bayangan halus tidak lebih dari sepertiga bagian satu paru.
3) Far
advanced tuberculosis, terdapat infiltrate dan kavitas yang melebihi keadaan
moderately advanced tuberculosis.
Pada tahun 1974 American Thoracic
Society memberikan klasifikasi baru yang diambil berdasarkan aspek kesehatan
masyarakat:
a.
Kategori 0: Tidak pernah terpajan dan
tidak terinfeksi, riwayat kontak negative, tes tuberculin negatif.
b.
Kategori I: Terpajan tuberculosis,
tetapi tidak terbukti ada infeksi disini riwayat kontak positif, tes tuberculin
negatif.
c.
Kategori II: Terinfeksi tuberculosis,
tetapi tidak sakit, tes tuberculin positif, radiologis dan sputum negatif.
d.
Kategori III: Terinfeksi tuberculosis
dan sakit.
Di
Indonesia klasifikasi yang banyak di pakai adalah berdasarkan kelainan klinis,
dan mikro biologis:
a. Tuberculosis
paru.
b. Bekas
tuberculosis paru.
c. Tuberkulosis
tersangka .
Tuberculosis tersangka
terbagi menjadi tuberculosis tersangka yang diobati, disini sputum BTA negatif,
tetapi tanda-tanda lain positif. dan tuberculosis paru tersangka yang tidak
diobati, disini sputum BTA negatiaf, dan tanda-tanda lain juga meragukan.
Dalam 2-3 bulan, TB
tersangka ini sudah harus dipastikan apakah termaksuk TB paru aktif atau bekas
TB paru. Dalam klsifikasi ini perlu dicantumkan: status biakan bakteriologi,
mikriskopik sputum BTA, (langsung), biakan sputum BTA, status radiologis,
kelainan yang relevan untuk tuberculosis paru, dan status kemoterapi, riwayat
pengobatan dengan obat anti tuberkuosis.
WHO berdasarkan terapi
membagi TB dalam 4 kategori yaitu:
a. Kategori
I, ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan kasus baru dengan bentuk TB berat.
b. Kategori
II, ditujukan terhadap kasus kambuh dan kasus gagal dengan sputum BTA positif.
c. Kategori
III ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan yang tidak luas dan
kasus TB ekstra paru selain yang disebutkan dalam kategori I
d. Kategori
IV ditujikan kepada : TB kronik.
3.
Anatomi
dan Fisiologi
Gambar 2.1 Anatomi Paru-paru
(Sumber
: Sylvia, Patofsiologi : Konsep klinis
Proses-proses penyakit. EGC)
Pernapasan
(respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen
serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbon dioksida sebagai sisa dari
oksidasi keluar dari tubuh, penghisapan udara ini disebut inspirasi dan
menghembuskan disebut ekspirasi.
Jadi
di dalam paru-paru terjadi pertukaran zat antara oksigen yang di tarik dari
udara masuk ke dalam darah CO2 dikeluarkan dari darah secara osmosis
. seterusnya CO2 akan dikeluarkan melalui traktus respiratorus
(jalan pernapasan) dan masuk kedalam tubuh melalui kapiler-kapiler vena
pulmonalis kemudian masuk ke sarambi kiri jantung (atrium sinistra) ke aorta ke seluruh tubuh
(jaringan-jaringan dan sel-sel), disini terjadi oksidasi (pembakaran) .
sebagian ampas (sisanya) dari pembakaran adalah CO2 dan zat ini
dikeluarkan melalui peredaran darah vena
masuk ke jantung (serambi kanan / atrium
dextra) ke bilik kanan (ventrikel
dextra) dan dari sini keluar melalui
arteri pulmonalis ke jaringan paru-paru. Akhirnya dikeluarkan menembus lapisan
epitel dari alveoli. Proses pengeluaran CO2 ini adalah sebagian dari sisa metabolisme,
sedangkan sisa dari metabolisme lainnya akan dikeluarkan melalui traktus
urogenetalis dan kulit. Setelah udara dari luar diproses, di dalam hidung masih
terjadi perjalanan panjang menuju paru-paru (sampai alveoli) pada laring
terdapat epiglotis yang berguna untuk menutup laring sewaktu menelan, sehingga
makanan tidak masuk ke trakea, sedangkan sewaktu bernapas epiglotis terbuka
begitu seterusnya. Jika makanan masuk ke dalam laring maka kita mendapat
serangan batuk, untuk mencoba mengeluarkan
makanan tersebut dari laring.
Selain
itu dibantu oleh adanya bulu-bulu getar silia yaitu untuk menyaring debu-debu,
kotoran dan benda asing. Adanya benda asing / kotoran tersebut memberikan
rangsangan kepada selaput lendir dan bulu-bulu getar sehingga terjadi bersin,
kadang terjadi batuk. akibatnya benda asing/kotoran tersebut bisa dikeluarkan
melalui hidung dan mulut. Dari kejadian tersebut diatas udara yang masuk ke
dalam alat-alat pernapasan benar-benar bersih
a. Hidung
Hidung
atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang (kavum
nasi), dipisahkan oleh sekat hidung
(septum nasi). didalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk
menyaring udara, debu, kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung.
Bagian
luar hidung terdiri dari kulit, lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan
tulang rawan, lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipat-lipat yang
dinamakan karang hidung (konka
nasalis) yang berjumlah tiga buah yaitu: konka nasalis inferior,
konka nasalis media dan konka nasalis superior.
Diantara
konka ini terdapat tiga buah lekukan meatus yaitu meatus superior (lekukan
bagian atas), meatus medialis (lekukan bagian tengah) dan meatus inferior (
lekukan bagian bawah). Meatus-meatus ini
lah yang dilewati oleh udara pernapasan, sebelah dalam terdapat lubang
yang berhubungan dengan tekak, lubang ini disebut kona. dasar dari rongga
hidung dibentuk oleh tulang rahang atas, ke atas rongga hidung berhubungan
dengan beberapa rongga yang di sebut sinus paranasalis, yaitu sinus maksilaris
pada rongga rahang atas, sinus frontalis pada rongga tulang dahi, sinus
sfenoidalis pada rongga tulang baji dan sinus etmoidalis pada rongga tulang tapis.
Pada
sinus etmoidalis, keluar ujung-ujung saraf penciuman yang menuju konka nasalis.
Pada konka nasalis terdapat sel-sel penciuman sel tersebut terutama terdapat di
bagian atas. pada hidung di bagian mukosa terdapat serabut saraf atau reseptor
dari saraf penciuman (nerfus
olfaktorius).
b.
Faring
Tekak
atau faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan
makanan, terdapat di dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut
sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain: ke
atas berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama
koana, kedepan berhubungan dengan rongga mulut tempat hubungan ini bernama
istmus fausium, ke bawah terdapat dua lubang, kedepan lubang laring, ke
belakang lubang esophagus.
Di
bawah selaput lendir jaringa ikat, juga di beberapa tempat terdapat folikel
getah bening. Perkumpulan getah bening ini dinamakan adenoid. Disebelahnya
terdapat dua buah tonsil kiri dan kanan dari tekak. Di sebelah belakang
terdapat epiglotis yang berfungsi menutup laring pada waktu menelan makanan.
c. Laring
Laring
atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai
pembentukan suara, terletak di bagian depan faring sampai ketinggian vertebra
servikalis dan masuk ke dalam trakea di bawahnya. Pangkal tenggorok itu dapat
di tutup oleh sebuah empeng tenggorok yang di sebut epiglotis yang terdiri dari
tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring.
d. Trakea
Trakea
atau batang tenggorok merupakan lanjutan dari laring yang di bentuk oleh 16
sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti
kuku kuda ( huruf C). Sebelah dalam
diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia,
hanya bergerak kea rah luar. panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang
terdiri dari jaringn ikat yang dilapisi oleh otot polos.
sel-sel
bersilia gunanya untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama-sama
dengan udara pernapasan. Yang meisahkan trakea menjadi bronkus kanan dan kiri
disebut karina.
e. Bronkus
Bronkus
atau cabang tenggorok merupakan lanjutan dari trakea, ada dua buah yang
terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur serupa
dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus itu berjalan ke
bawah dan ke samping ke arah tampuk paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan
lebih besar
dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6 sampai 8
cincin, mempunyai 3 cabang
bronkus
kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin
mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut
bronkiolus ( bronkioli). Pada bronkiolus tidak terdapat cincin lagi, dan
pada ujung bronkiolus terdapat gelembung
paru / gelembung hawa atau alveoli.
f. Paru-paru
Paru-paru
merupakan sebuah bagian tubuh yang sebagian besar teridiri dari gelembung
(gelembung hawa, alveoli). gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel
dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaanya lebih kurang 90 m2. Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara, O2
masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan
dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah
(paru-paru kiri dan kanan).
Paru-paru
dibagi menjadi dua: Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus, lobus puimo dektra
superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobules.
paru-paru kiri, terdiri dari puimo sinistra lobus superior dan lobus inferior.
Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang lebih kecil bernama segmen. Paru-paru
kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah
segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segemen
pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada
segmen inferior. Tiap – tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan –
belahan yang bernama lobules.
Diantara
lobules yang satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi
pembuluh darah getah bening dan saraf, dalam tiap-tiap lobules terdapat sebuah
bronkiolus. Di dalam lobules bronkiolus bercabang-cabang banyak sekali, cabang-cabang
ini disebut duktus alveolus. Tiap – tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus
yang diameternya antara 0,2 – 0,3 mm.
Latak
paru- paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada atau kavum
mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada
mediastinum depan terletak jantung. Paru – paru dibungkus oleh selaput yang
disebut pleuara. Pleura dibagi menajadi: Pleura visceral yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru-paru
dan, pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar.
Antara keuda pleura ini terdapat rongga (cavum) yang disebut cavum pleura. Pada
keadaan normal kavum plura ini vakum
(hampa udara) sehingga paru-paru dapat kembang kempis dan juga terdapat sedikit
cairan (eksudat), yang berguna untuk meminyaki permukaannya (pleura),
menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan
bernapas.
g. Pembuluh
darah paru
Sirkulasi
pulmonal berasal dari ventrikel kanan yang tebal dindingnya 1/3
dari tebal ventrikel kiri. Perbedaan ini menyebabkan kekuatan kontraksi dan
tekanan yang ditimbulkan jauh lebih kecil dibandingkan dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh kontraksi ventrikel kiri. Selain aliran melalui arteri
pulmonal ada darah yang langsung mengalir ke paru-paru dan aorta melalui arteri bronkialis. Darah ini adalah
darah yang kaya oksigen dibandingkan dengan darah pulmonal yang relative
kekurangan oksigen. Darah ini kembali melalui vena pulmonalis ke atrium kiri.
Arteri pulmonalis membawa darah yang sedikit mengandung oksigen dari ventrikel
kanan ke paru-paru.
Cabang-cabang nya menyentuh saluran-saluran
bronchial, sampai ke alveoli halus.
Alveoli itu membelah dan membentuk jaringan kapiler, dan jaringn kapiler
itu menyentuh dinding alveoli (gelembung udara). Jadi darah dan udara hanya
dipisahkan oleh dinding kapiler. Dari epitel alveoli, akhirnya kapiler menjadi
satu sampai menjadi vena pulmonalis dan sejajar dengan cabang tenggorok yang
keluar melalui tampuk paru-paru ke serambi jantung kiri (darah mengandung
oksigen), sisa dari vena pulmonalis ditentukan dari setiap paru-paru oleh vena
bronkialis dan ada yang mencapai vena cava inferior maka dengan demikian
paru-paru mempunyai persediaan darah ganda.
Kapasitas
paru-paru merupakan kesanggupan paru-paru dalam menampung udara di dalamnya,
kapasitas paru-paru dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
a) Kapasitas
total yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru pada inspirasi
sedalam-dalamnnya. Dalam hal ini angka yang kita dapat tergantung pada bebrapa
hal: kondisi paru-paru, umur, sikap dan bentuk seseorang.
b) Kapasitas
vital yaitu, jumlah udara yang dapat
dikeluarkan setelah ekspirasi maksimal.
Dalam keadaan yang normal kedua
paru-paru dapat menampung udara sebanyak kurang lebih 5 liter. Waktu ekspirasi,
di dalam paru-paru masih tertinggal 3 liter udara pada waktu kita bernapas
bisasa. Udara yang masuk ke dalam paru-paru 2.600 cm3 (2,5 liter).
Jumlah pernapasan dalam keadaan normal orang dewasa 16-18 kali/ menit. Dalam keadaan tertentu
keadaan tersebut akan berubah, misalnya akibat dari suatu penyakit, pernapasan
bisa bertambah cepat dan sebaliknya.
h. Proses
terjadinya pernapasan
Terdiri
dalam dua bagian yaitu inspirasi dan ekspirasi. Bernapas berarti melakukan
inspirasi dan ekspirasi secara bergantian, teratur, berirama, dan terus
menerus. Bernapas merupakan gerak reflek yang terjadi pada otot-otot
pernapasan. Reflex bernapas ini diatur oleh pusat pernapasan yang terletak
dalam sumsum penyambung (medulla oblongata). Oleh karena seseorang dapat
menahan, memperlambat, atau mempercepat napasnya, ini berarti bahwa reflex
bernapas juga dibawah pengaruh korteks serebri. Pusat pernapasan sangat peka
terhadap kelebihan kadar CO2 dalam darah dan kekurangan dalam darah.
Inspirasi terjadi bila mukulus diafragma telah mendapat rangsangan dari nervus
frenikus lalu mengerut datar.
Muskulus
interkostalis yang letaknya miring, setelah mendapat rangsangan kemudian
mengerut dan tulang iga (kosta) menjadi datar. Dengan demikian jarakan antara
sternum (tulang dada) dan vertebra
semakin luas dan melebar. Rongga dada membesar maka pleura akan tertarik, yang
menarik paru-paru sehingga tekanan udara di dalamnya berkurang dan masuklah
udara dari luar.
Ekspirasi,
pada suatu saat otot-otot akan kendor lagi (diafragma akan menjadi cekung,
muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan demikian rongga dada menjadi
kecil kembali, maka udara didorong keluar. Jadi proses respirasi atau
pernapasan ini terjadi karena adanya
perbedaaan tekanan antara rongga pleura dan paru-paru.
Pernapasan
dada, pada waktu orang bernapas, rangka dada terbesar bergerak, pernapasan ini
dinamakan pernapasan dada. Ini terdapat pada rangka dada yang lunak, yaitu pada
orang-orang muda dan pada perempuan.
Pernapasan
perut. Jika pada waktu bernapas diafragma turun naik, maka ini dinamakan
pernapasan perut. Jika pada waktu bernapas diafragma turun naik, maka ini
dinamakan pernapasan perut. Kebanyakan pada orang tua, karena tulang rawannya
tidak begitu lembek dan bingkas lagi yang disebabkan oleh banyak zat kapur
mengendap di dalamnya dan ini banyak ditemukan pada pria. (Syaifuddin, 2006: hal 192).
4.
Etiologi
Penyebab
penyakit tuberkulosis adalah bakteri Mycobacterium Tuberculosis dan
Mycobacterium Bovis. Kuman tersebut mempunyai ukuran 0,5 – 4 mikron x 0,3 – 0,6
mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranular atau
tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari
lipoid (terutama asam mikolat).
Bakteri
ini mempunyai sifat istimewa yaitu dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan
asam dan alkohol, sehingga sering disebut basil tahan asam (BTA), serta tahan
terhadap zat kimia dan fisik. Kuman
tuberculosis juga tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman dan
anaerob.
Bakteri
tuberculosis ini mati pada pemanasan 100 0C selama 5 – 10 menit atau
pada pemanasan 60 oC selama 30 menit, dan dengan 70 – 95 % selama
15- 30 detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara terutama di tempat yang
lembab dan gelap (bisa berbulan-bulan), dapaat hidup bertahun-tahun di dalam
lemari es, hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dorman. Dari sifat
dorman ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberculosis aktif lagi, namun tidak tahan terhadap sinar atau aliran
udara. Data pada tahun 1993 melaporkan bahwa untuk mendapatkan 90 % udara
bersih dari kontaminasi bakteri memerlukan 40 kali partukaran udara.
Di
dalam jaringan kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni di dalam
sitoplasma makrofag yang semula
memfagositasi malah kemudian
disenanginya karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob.
Sifat ini menunjukan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi
kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apical paru –
paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apical ini merupakan tempat
predileksi penyakit tuberculosis. (Widoyono, 2008: hal 15).
5.
Patofisiologi
Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2232), proses perjalanan
penyakit tuberculosis Paru,
yaitu :
a. Tuberkulosis
primer
Penularan
tuberculosis paru terjadi karena kuman dibatukan atau dibersinkan keluar
menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat
menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar
ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana yang lembab dan
gelap kuman dapat tahan berhari - hari sampai berbulan – bulan. Bila partikel
infeksi ini terhisap oleh orang sehat,
ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru. Partikel dapat
masuk ke alveolar bila ukuran partikel
< 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofi, kemudian
baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh
makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama dengan gerakan silia
bersama sekretnya.
Bila
kuman menetap di jaringn paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di
sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di
jaringan paru akan berbentuk sarang tuberculosis pneumonia kecil dan disebut
sarang primer atau efek primer atau sarang (focus) ghon. Sarang primer ini
dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura,
maka akan terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui saluran
gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulait, terjadi limfedenopati
regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ
seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila
masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluaruh bagian paru
menjadi TB milier.
Dari
sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus
(limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal + limfadenitis regional = kompleks
primer (ranke). Semua proses ini memakan
waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya menjadi :
1) Sembuh
sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak terjadi.
2) Sembuh
dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, klasifikasi di
hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pnemunia yang luasnya > 5 mm dan ± 10
% diantaranya dapat terjadi reaktivitas lagi karena kuman yang dormant.
3) Berkomplikasi
dan menyebar secara: perkontinuitatum, yakini menyebar ke sekitarnya. Secara
bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya, kuman dapat juga
dapat tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus. Secara
limfogen ke organ tubuh lain- lainya. Secara hematogen ke organ tubuh lainnya. Semua kejadian di
atas tergolong dalam perjalanan tuberculosis primer.
b. Tuberculosis
pasca primer (sekunder)
Kuman
yang dormant pada tuberculosis primer akan mucul bertahun – tahun kemudian
sebagai infeksi endogen menjadi tuberculosis dewasa. Mayoritas reinfeksi
mencapai 90%. Tuberculosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti
malnutrisi, alcohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal.
Tuberculosis pasca primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di
region atas paru (bagian apical posterior lobus superior atau inferior).
Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru.
Sarang
dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu
sarang ini menjadi tuberkel yakini suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel
histiosit dan sel datia-langerhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi
oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.
TB
pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda
menjadi TB usia tua tergantung dari
jumlah kuman, virulensi nya dan imunitas pasie, sarang dini ini dapat menjadi :
1) Direabsorbsi
kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
2) Sarang
yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan jaringan
fibrosis. Ada yang membungkus diri menjdai keras, menimbulakan perkapuran.
Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan
ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek
membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukan keluar maka akan
terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama
dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah besar,
sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya perkijuan dan kavitas
adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang
diproduksi oleh makrofag, dan proses yang berlebihan sitokin dengan TNF nya. Bentuk perkijuan lain yang jarang
adalah cryptic dissesminaate TB yang terjadi pada immunodifisiensi dan usia
lanjut.
Disini lesi sangat kecil, tetapi berisi
bakteri sangat banyak kavitas dapat
1) meluas
kembali dan menimbulakan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas ini masuk ke
dalam peredaran darah arteri, maka akan teradi TB Milier. Dapat juga masuk ke
paru sebelahnya atau tertelan masuk ke lambung dan selanjutnya ke usus jadi TB usus. Sarang ini selanjutnya
mengikuti perjalanan seperti yang disebutkan terdahulu. Bisa juga terjadi TB
endobronkial dan TB endotrakeal atau empiema bila rupture ke pleura .
2) Memadat
dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma ini dapat mengapur dan
menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi.
Komplikasi kronik kavitas adalah kolonisasi oleh fungus seperti aspergillus dan
kemudian menjadi mycetoma .
3) Bersih
dan menyembuh disebut open healed cavity. Dapat juga menyembuh dengan
membungkus diri menjadi kecil. kadang-kadang berkahir sebagai kavitas yang
terbungkus, menciut dan berbentuk seperti bintang disebut stellate shaped.
Secara keseluruhan akan
terdapat tiga macam sarang yakini :
1)
Sarang
yang sudah sembuh, sarang bentuk ini tidak perlu pengobatan lagi.
2) Sarang
aktif eksudatif. Sarang bentuk ini perlu pengobatan yang lengkap dan sempurna.
3) Sarang
yang berada diantara aktif dan sembuh , sarang bentuk ini dapat sembuh spontan
tetapi mengingat kemungkinan eksaserbasi kembali, sebaiknya di berikan
pengobatan yang sempurna juga.
6.
Manifestasi
Klinis
Menurut Sudoyo, dkk (2009: hal 2234), Tanda dan gejala tuberculosis Paru, yaitu :
a. Demam
Biasanya subfebril
menyerupai demam influenza tetapi panas badan kadang-kadang dapat mencapai
40-41 oC. serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi
kemudian dapat timbul kembali. Begitulah
seterusnya hilang timbulnya demam influsnza ini, sehingga pasien merasa tidak
pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi
oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis
yang masuk.
b. Batuk
atau batuk darah
Gejala ini banyak di
temukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan
untuk membuang produk-prosuk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus di
setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah batuk
berkembang dalam jaringan paru yakini setelah berminggu-minggu atau
berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat
batuk dimulai dari batuk kering (non Produktif) kemudian setelah timbul peradangan
menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa
batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah
pada tuberculosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus
dinding bronkus.
c. Sesak
napas
Pada penyakit yang
ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan
pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah
bagian paru-paru.
d. nyeri
dada
gejala ini agak jarang
ditemukan, nyeri dada tibul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura
sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien
menarik atau melepaskan napasnya.
e. Malaise
Penyakit tuberculosis
bersifat randang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa
aneroksia, tidak ada nafsu maka, badan makin kurus (berat badan turun), sakit
kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dan lain-lain. Gejala malaise ini
makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
7.
Pemeriksaan
Diagnostik
Menurut Mansjoer, dkk (1999 : hal 472), pemeriksaan diagnostik yang
dilakukan pada klien dengan tuberculosis Paru, yaitu :
a. Laboratorium darah rutin : LED normal /
meningkat, limfositosis.
b. Pemeriksaan sputum BTA : untuk memastikan
diagnostik TB paru, namun pemeriksaan ini tidak spesifik karena hanya 30 – 70 %
pasien yang dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini.
c. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)
Merupakan
uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk menentukan
adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
d. Tes Mantoux / Tuberkulin
Merupakan
uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk menentukan
adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
e. Tehnik Polymerase Chain Reaction
Deteksi
DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam meskipun hanya satu
mikroorganisme dalam spesimen juga dapat mendeteksi adanya resistensi.
f. Becton Dickinson diagnostic instrument Sistem
(BACTEC)
Deteksi
growth indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak oleh
mikobakterium tuberculosis.
g. MYCODOT
Deteksi
antibody memakai antigen liporabinomannan yang direkatkan pada suatu alat
berbentuk seperti sisir plastic, kemudian dicelupkan dalam jumlah memadai
memakai warna sisir akan berubah.
h. Pemeriksaan radiology : Rontgen thorax PA dan
lateral
Gambaran
foto thorax yang menunjang diagnosis TB, yaitu :
1) Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas
atau segment apikal lobus bawah
2) Bayangan berwarna ( patchy ) atau bercak (
nodular )
3) Adanya kavitas, tunggal atau ganda
4) Kelainan bilateral terutama di lapangan atas
paru
5) Adanya klasifikasi
6) Bayangan menetap pada foto ulang beberapa
minggu kemudian
7) Bayangan
millier
Menurut Sudoyo,
dkk (2009 : hal 2235), pemeriksaan diagnostic
yang dapat dilakukan
pada klien dengan tuberculosis Paru, yaitu :
a.
Pemeriksaan radiologis (Photo Thorax)
Lokasi
lesi tuberculin umumnya di daerah apex paru (segmen apical lobus atas atau
segmen apical lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian
inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya pada
tuberculosis endobronkial).
Pada
awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia, gambaran
radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak
tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa
bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal dengan tuberkuloma .
Pada
kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis. lama-lama
dinding menjadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat
bayangan yang bergaris-garis. Pada klasifikasi bayangannya tambak sebagai
bercak-bercak padat dengan densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti
fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau
satu lobus maupun pada satu bagian paru.
Gambaran
tuberculosis millier terlihat berupa bercak-bercak halus yang umumnya tersebar
merata pada seluruh lapang paru.
Gambaran radiologis lain yang
sering menyertai tuberculosis paru adalah penebalan pleura (pleuritis), massa
cairan dibagian bawah paru (efusi pleura/empiema), bayangan hitam radioulsen di
pinggir paru/pleura (pnemothorax)
Pada satu foto dada sering di
dapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus (pada tuberculosis yang sudah
lanjut) seperti infiltrate, garis-garis fibrotik, klasivikasi kavitas (non
sklerotik/sklerotik) maupun atelektasis dan emfisema.
b. Computed
Tomography Scanning (CT-Scan)
Pemeriksaan
radiologis dada yang lebih canggih dan saat ini sudah banyak dipakai di rumah
sakit rujukan adalah Computed Tomography
Scanning (CT-Scan). Pemeriksaan ini lebih superior dibandingkan dengan
radiologis biasa. Perbedaan densitas jaringan terlihat lebih jelas dan sayatan
dapat dibuat transversal.
c. Magnetic
Resonsnce Imaging ( MRI )
Pemeriksaan
MRI ini tidak sebaik CT-Scan, tetapi dapat mengevalusai proses-proses dekat
apek paru, tulang belakang, perbatasan dada perut. Sayatan dapat dibuat
transversal, segital dan koronal.
d. Darah
Pemeriksaan
ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-kadang meragukan,
hasilnya tidak sensitive dan tidak spesifik. Pada saat tuberculosis baru mulai
aktif akan didapatkan jumlah leukosit sedikit meninggi dengan hitung jenis
pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah
mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh jumlah leukosit kembali normal dan
jumlah limfosit masih tinggi, laju endap darah mulai turun kearah normal lagi.
e. Sputum
(BTA)
Kriteria sputum BTA
positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan
5.000 kuman dalam 1 ml sputum.
f. Tes
tuberculin/ tes mantoux
Pemeriksaan
ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakan diagnosis tuberculosis
terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai tes mantoux yakini dengan
menyuntikan 0,1 cc tuberculin P.P.D
(purified protein derivative).
Bila
ditakutkan reaksi hebat dengan 5 T.U dapat diberikan dulu 1 atau 2 T.U ( first strength). kadang-kadang
bila dengan 5 T.U masih memberikan hasil negative, berarti tuberculosis dapat
disingkirkan , umumnya tes mantoux dengan 5 T.U. Sudah cukup berarti. Tes
tuberculin hanya menyatakan apakah seorang individu sedang atau pernah
terserang Mycobacterium tuberculosis, mycobacterium bovis.
Tes
mantoux ini dapat dibagi kedalam beberapa kategori yaitu :
1)
Indurasi 0-5 mm (diameternya ) mantoux
negative = golongan non sensitivity.
2)
Indurasi 6-9 mm: hasil meragukan =
golongan low grade sensitivity. Disini peran antibody normal masih menonjol.
3)
Indurasi 10-15 mm: mantoux positif kuat
= golongan hypersensitivity disini peran antibody selular paling menonjol.
8.
Penatalaksanaan Medik
a. Pengobatan
Menurut (Widuyono, 2008: hal 18), pengobatan yang dapat
diberikan pada klien dengan tuberculosis Paru, yaitu :
1) Kategori I (2 HRZE/4 H3R3) untuk pasien TBC
baru.
2) Kategori II (2 HRZES / HRZE/5 H3R3E3) untuk
pasien ulangan (pasien yang pengobatan kategori 1 nya gagal).
3) Kategori III (2 HR/ 4H3R3) untuk pasien yang
baru dengan BTA negative RO positif
4) Sisipan (HRZE) digunakan sebagai tambahan bila
ada pemeriksaan akhir tahap intensif dari pengobatan dengan kategori I atau
kategori II ditemuukan BTA positif. Obat diminum sekaligus 1 jam sebelum
sarapan pagi.
Dosis pemberian obat kategori 1:
a) Tahap permulaan diberikan setiap hari selama 2
bulan (2 HRZE) :
1) INH (H) : 300 mg – 1 tablet.
2) Rimfapisin (R) : 450 mg
- 1 kaplet
3) Pirazinamid (P) :1500 mg -
3 kaplet @ 500 mg
4) Ethambutol (E) : 750 mg – 3 kaplet @250 mg
Obat tersebut diminum setiap hari secara intensif sebanyak 60 kali
regimen ini di sebut kombipak II
b) Tahap lanjutan diberikan tiga kali dalam
semingggu selan 4 bulan (4 H3R3) :
1) INH (H) : 600 mg – 2 tablet @ 300 mg
2) Rimfapisin (R) : 450 mg – 1 kaplet
Obat tersebut diminum 3 kali dalam seminggu
(intermiten) sebanyak 54 kali regimen ini disebut kombipak III.
Ta
b. Menurut Mansjoer (2000 : hal
474 ), pembedahan pada TB
Paru.
Peranan pembedahan dengan adanya OAT yang
poten telah berkembang. Indikasi pembedahan dibedakan menjadi indikasi mutlak
dan indikasi relative.
1) Indikasi
mutlak pembedahan adalah:
a) semua
pasien yang telah mendapat OAT tetapi sputum tetap posoitif.
b) Pasien
batuk darah masih tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
c) Pasien
dengan fisula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara
konservatif.
2) Indikasi
relative pembedahan adalah:
1. Pasien
denga sputum negative dan batuk-batuk darah perulang
2. Kerusakan
1 paru atau lobus dengan keluhan
3. Sisa
kavitas yang menetap.
9.
Komplikasi
Menurut Sudoyo,
dkk (2009 : hal 2238), komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan tuberculosis Paru,
yaitu :
a. Pleuritis
tuberkulosa
Terjadi melalui fokus
subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening, sebab lain dapat juga
dari robeknya perkijuan ke arah saluran getah bening yang menuju ronggal
pleura, iga atau columna vertebralis.
b. Efusi
pleura
Kelaurnya cairan dari
peembuluh darah atau pembuluh limfe ke dalam jaringan selaput paru, yang
disebabkan oleh adanya penjelasan material masuk ke rongga pleura. Material
mengandung bakteri dengan cepat mengakibatkan reaksi inflamasi dan exudat
pleura yang kaya akan protein.
c. Empiema
Penumpukann cairana
terinfeksi atau pus (nanah) pada cavitas pleura, rongga pleura yang di sebabkan
oleh terinfeksinya pleura oleh bakteri mycobacterium tuberculosis (pleuritis
tuberculosis).
d. Laryngitis
Infeksi mycobacteriym
pada laring yang kemudian menyebabkan laryngitis tuberculosis.
e. TBC
Milier (tulang, usus, otak, limfe)
Bakteri mycobacterium
tuberculosis bila masuk dan berkumpul di
dalam saluran pernapasan akan berkembang biak terutama pada orang yang
daya tahan tubuhnya lemah, dan dapat menyebat melalaui pembuluh darah atau
kelenjar getah bening, oleh karena itu infeksi mycobacterium tuberculosis dapat
menginfeksi seluruh organ tubuh seperti paru, otak, ginjal, dan saluran
pencernaan.
f. Keruskan
parennkim paru berat
Mycobacterium
tuberculosis dapat menyerang atau menginfeksi parenkim paru, sehingga jika
tidak ditangani akan menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada parenkim yang
terinfeksi.
g. Sindrom
gagal napas (ARDS)
Disebabkan oleh
kerusakan jaringan dan organ paru yang meluas, menyebabkan gagal napas atau
ketidak mampuan paru-paru untuk mensuplay oksigen ke seluruh jaringan tubuh.
10.
Prognosis.
Tuberculosis paru dapat disembuhkan secara total
dengan pemberian obat antituberculosis (OAT) yang di konsumsi selama ± 6 bulan
secara rutin. (Sylvia, 1995 : hal 759)
11.
Pencegahan
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk
mencegah infeksi mycobacterium tuberkuloisi adalah sebagai berikut :
a. Oleh
penderita dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk, dan membuang
dahak tidak di sembatang tempat (di dalam larutan disinfektan).
b. Dengan
memberikan vaksin BCG pada bayi
c. Disinfeksi,
cuci tangan, dan tata rumah tangga dan kebersihan yang ketat, perlu perhatian
khusus terhadap muntahan dan ludah, memperbaiki ventilasi, sirkulasi udara, dan
penyinaran matahari di rumah.
d. Menghindari
faktor predisposisi seperti merokok, udara yang lembab dan kotor (polusi).
e. Mencegah
kontak langsung dengan penderita tuberculosis paru.
B.
Konsep
Dasar Asuhan Keperawatan
Pada
konsep dasar asuhan keperawatan ini akan dibahas tentang pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,implementasi,
evaluasi dan perencanaan pulang.
1. Pengakajian
Pengkajian menurut 11
pola Gordon yaitu:
a. Pola
pemeliharaan kesehatan
1) Adanya
riwayat keluarga yang mengidap penyakit tuberculosis paru
2) Kebiasaan
merokok atau minum alcohol
3) Lingkungan
yang kurang sehat, pemukiman padat, ventilasi rumah yang kurang.
b. Pola
nutrisi metabolic
1) Nafsu
atau selera makan menurun
2) Mual
3) Penurunan
berat badan
4) Turgor
kulit buruk,kering, kulit bersisik
c. Pola
eliminasi
1) Adanya
gangguan pada BAB seperti konstipasi
2) Warna
urin berubah menjadi agak pekat karena efek samping dari obat tuberculosis paru
d. Pola
aktivitas dan latihan
1) Kelemahan
umum/ anggota gerak
2) Pemenuhan
kebutuhan sehari-hari terganggu.
e. Pola
tidur dan istirahat
1) Kesulitan
tidur pada malam hari
2) Mimpi
buruk
3) Berkeringat
pada malam hari
f. Pola
persepsi kognitif
Nyeri dada meningkat
karena batuk
g. Pola
persepsi dan konsep diri
1) Perasaan
isolasi/ penolakan karena panyakit menular
2) Perasaan
tidak berdaya
h. Pola
peran hubungan dengan sesama
1) Perubahan
kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
2) Frekuensi
ineraksi antara sesame jadi kurang.
i.
Pola reproduksi seksualitas
Gangguan pemenuhan
kkebutuhan biologis dengan pasangan
j.
Pola meknisme koping dan toleransi
terhadap stress
1) Menyangkal
(khususnya selama hidup ini)
2) Ansietas
3) Perasaan
tidak berdaya
k. Pola
sistem kepercayaan
Kegiatan beribadah
terganggu
2.
Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa
keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah kesehatan aktual
dan potensial. Tujuannya adalah mengidentifikasi : pertama adanyanya masalah
actual berdasarkan respon klien terhadap masalah atau penyakit. Kedua
faktor-faktor yang berkontribusi atau penyebab adanya masalah. Ketiga kemampuan
klien untuk mencegah atau menghilangkan masalah.
Menurut
Donges, (1999: hal 241), diagnosa yang sering muncul pada kasus tuberculosis
paru adalah:
a. Ketidakefektifan
bersihan jalan napas berhubungan dengan
secret kental, atau secret darah, kelemahan, upaya batuk buruk dan edema
trakeal/ faringeal.
b. Resiko
tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan/
tambahan infeksi, terpajan lingkungan dan kurang pengetahuan untuk menghindari
pemajanan pathogen.
c. Gangguan
pertukaran gas O2 edan CO2 berhubungan dengan penurunan permukaan efektif paru,
atelektasis, kerusakan membrane alveolar-kapiler dan secret kental, tebal.
d. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubah
berhubungan dengan kelemahan, sering batuk/ produksi sputum, dispnea dan
anorexia.
e. Kurangnya
pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan kurang
informasi / salah interpretasi
informasi, keterbatasan kognitif dan tak akurat / tak lengkap informasi
yang ada.
3.
Intervensi
Keperawatan
Setelah
merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat perncanaan keperawatan atau
intervensi keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk mengurangi,
menghilangkan dan mencegah maslah keperawatan klien. Tahap perencanaan adalah
penentuan prioritas diagnosa, penetapan sasaran (goal) dan tujuan , penetapan
tujuan, penetapan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi
keperawatan.(Nursalam, 2001: hal 53)
Setelah
menyusun prioritas perencanaan di atas maka langkah selanjutnya adalah
penyusunan rencana tindakan. Adapun rencana tindakan dari diagnosa keperawatan
yang muncul pada Tuberkulosis Paru adalah sebagai berikut : (Doenges , 1999 :
hal 244).
a. Ketidakefektifan
bersihan jalan napas berhubungan dengan
secret kental, atau secret darah, kelemahan, upaya batuk buruk dan edema
trakeal/ faringeal.
Tujuan :
Mempertahankan jalan napas
Kriteria
Hasil :
mengelaurkan secret tanpa bantuan, menunjukan
perilaku mempertahankan jalan napas.
Rencana
Tindakan:
1) Kaji
pungsi pernapasan seperti bunyai napas, irama, kedalaman.
Rasiainal
:
Penurunan bunyi napas dapat menunjukan atelektasis, ronchi menunjukan akumulasi
secret.
2) Catat
kemampua untuk mengeluarkan dahak dan batuk efektif.
Rasional
:Pengeluaran
secret sulit jika secret kental, sputum berdarah, diakibatkan oleh kerusakan
paru-paru.
3) Ajarkan
pasien tekhnik napas dalam dan cara
melakkukan batuk efektif.
Rasional
:Batuk efektif membantu pengeluaran sputum, napas dalam mambantu ventilasi
maksimal meningkatkan gerkan secret
4) Anjurkan
pasien untuk banyak minum air putih 2000-2500 cc.
Rasional
:Pemasukan
tinggi cairan membantu untuk mengencerkan secret.
5) Berikan
pasien posisi yang nyaman, posisi semifowler.
Rasional
:
semifoweler membantu memaksimalkan ekpansi paru dan meminimalkan upaya
pernapasan
6) Kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian agen mucolitik, brochodialator, kortikosteroid.
Rasional
:
Menurunkan kekentalan dan merangsang pengelauran secret.
b. Resiko
tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan/
tambahan infeksi, terpajan lingkungan dan kurang pengetahuan untuk menghindari
pemajanan pathogen.
Tujuan : dapat menentukan intervensi mencegah /
menurunkan
resiko penyebaran infeksi
Kriteria
hasil : melakukan perubahan pola hidup untuk
meningkatkan lingkungan yang aman.
Rencana Tindakan :
1) Cuci
tangan sebelum dan sesudah seluruh kontak perawatan dilakukan.
Rasional
: Mengurangi
resiko kontaminasi silang.
2) Berikan
ruangan yang bersih dan berventilasi baik.
Rasional
:
Mengurangi pathogen pada system imun dan mengurangi kemkungkinan pasien
mengalami infeksi nosokomial.
3) Pantau
tanda-tanda vital ( suhu, nadi, tekanan darah, frekunesi pernapasan).
Rasional
:
Memberikan informasi data dasar awitan/ peningkatan suhu secara berulang-ulang
dari demam yang terjadi untuk menunjukan bahwa bereaksi pada proses infeksi
yang tidak dapat disembuhkan.
4) Kaji
frekuensi, kedalaman pernapasan , perhatikan batuk spasmodik kering pada
inspirasi dalam perubahan karakteristik sputum, dan adanya mengi / ronchi . lakukan isolasi pernapasan bila
etiolgi batuk produktif tidak diketahui.
Rasional:
Kongesti atau distress pernapasan dapat mengidentifikasi perkembangan PCP
penyakit yang paling sering terjadi meskipun demikian , TB mengalami
peningkatan an infeksi jamaur lainnya.
5) Periksa
adanya luka/ lokasi alat infasif, perhatikan tanda-tanda infeksi/ inflamasi.
Rasional
:Identifikasi
/ perawatan awal dari infeksi sekunder
dapat mencegah terjadinya sepsis.
6) Anjurkan
pasien untuk batuk dan bersin menggunakan tissue dan membuang pada tempat,
anjurkan buang dahak pada wadah cairan disinfektan.
Rasional
:Mencegah
terjadinya penularan nosokomial dari pasien keperawatan atau orang lain.
7) Kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian antibiotic, antijamur, anti agen mikroba.
Rasional
:Menghambat
proses infeksi beberapa obat di targetkan untuk organsime tertentu ( sistem
perusak).
c. Gangguan
pertukaran gas O2 edan CO2 berhubungan dengan penurunan
permukaan efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane alveolar-kapiler dan
secret kental, tebal.
Tujuan : bebas dari distress pernapasan
Kriteria
Hasil : perbaikan ventilasi dan perbaikan oksigenasi
jaringan adekuat dengan gas darah dalam rentang normal.
Rencana
Tindakan :
1) Kaji
disepnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal, meningkatnya respirasi,
keterbatasan ekspansi dada dan fatique.
Rasional
:
TB paru menyebabkann efek luas pada paru dan bagian kecil bronkopnemonia sampai
inflasmasi, difusi luas, nekrosis, effusi pleura, dan fibrosis luas. Efek
pernapasan dapat ringan sampai dispnea berat sampai distress penapasan.
2) Evaluasi
perubahan tingakat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan kulit,
selaput mukosa dan warna kuku .
Rasional
:
akumulasi secret dapat mempengaruhi oksigenasi oragan vital
3) Demonstrasikan
atau anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir disiutkan, khususnya dengan
pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.
Rasional
:
membantu tahanan melawan udara luar untk mencegah kolaps atau penyempitan jalan
napas, sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru dan menghilangkan/menurunkan
napas pendek.
4) Ajnurkan
untuk bed rest / mengurangi aktivitas.
Rasional
:
menurunkan konsumsi oksigen / kebutuhan selama periode penurunan pernapasan
dapat menurunkan beratnya gejala.
5) Kolaborasi
untuk pemberian oksigen tambahan
Rasional
:
alat dalam perbaikan hipokalesemia yang dapat terjadi sekunder terhadap
ventilasi / menurunnya permukaan alveolar paru.
d. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubah
berhubungan dengan kelemahan, sering batuk/ produksi sputum, dispnea dan
anorexia.
Tujuan : meningkatkan perubahan
/ perilaku pola makan untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi
Kriteria
hasil: menunjukan peningkatan berat badan dan bebas
dari tanda-tanda malnutrisi.
Rencana
Tindakan :
1) Kaji
status nutrisi, riwayat mual dan muntah.
Rasional:
berguna dalam mendefinisikan derajat/ luasnya masalah dan pilihan intervensi
yang tepat.
2) Kaji
pola diet yang disukai / tidak disukai
Rasional:
membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan/ kekuatan khusus. Pertimbangan
keinginan individu dapat memperbaiki masukan diet.
3) Monitor
intake dan output secara periodik
Rasional:
berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
4) Dorong
klien untuk makan sedikit tapi sering dengan makan tinggi protein karbohidrat.
Rasional:
Memaksimalakan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang perlu/kebutuhan energi dari
makanan yang banyak menurunkan iritasi gaster.
5) Rujuk
keahli diet untuk menentukan komposisi diet
Rasional:
memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk
kebutuhan metabolic
6) Berikan
obat penetralisir asam lambung sesuai indikasi
Rasional : dapat
membantu menurunkan insiden mual dan muntah sehingga dengan obat atau efek
pengobatan pernapasan perut yang penuh.
7) Berikan
terapi parenteral sesuai indikasi
Rasional:
membantu terpenuhinya kebutuhan cairan dan pengobatan parenteral.
e. Kurangnya
pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan kurang
informasi / salah interpretasi
informasi, keterbatasan kognitif dan tak akurat / tak lengkap informasi
yang ada.
Tujuan
:
menunjukan perubahan perilaku untuk memperbaiki
kesehatan
Kriteria
Hasil : Klien menyatakan pemahaman proses penyakit/
prognosis kebuthan pengobatan.
Rencana
Tindakan :
1) Kaji
tingkat pengetahuan pasien.
Rasional
:Menentukan
tingkat pengetahuan pasien.
2) Kaji
kemampuan belajar pasien
Rasional
:
Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan ditingkatkan pada tahap
individu.
3) Beri
penyuluah tentang penyakit TB Paru ( pengertian, penyebab, tanda dan gejala,
patofisiologi, pengobatan, komplikasi, dan pencegahan).
Rasional
: Agar
pasien dapat mengerti tentang penyakit yang di TB Paru ( pengertian, penyebab,
tanda dan gejala, patofisiologi, pengobatan, komplikasi, dan pencegahan).
4) beri
kesempatan untuk bertanya dan jawab pertanyaan pasien.
Rasional
:Meningkatkan
pemahaman tentang penyakitnya.
5) Evaluasi
kembali tingkat pemahaman pasien tentang penyakit TB Paru ( pengertian,
penyebab, tanda dan gejala, patofisiologi, pengobatan, komplikasi, dan
pencegahan).
Rasional
:Mengetahui
tingkat pemahaman pasien tentang penyakit TB Paru (( pengertian, penyebab,
tanda dan gejala, patofisiologi, pengobatan, komplikasi, dan pencegahan).
6) Anjurkan
pada pasien untuk mengunjungai petugas kesehatan bila ada keluhan.
Rasional
: agar
petugas kesehatan dapat mengatasi masalah kesehatan yang terdapat pada pasien.
4.
Implementasi
Keperawatan
Implementasi
atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan di susun dan
dilanjutkan pada nursing orders untuk membantu klien tujuan yang diharapkan.
Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi
faktor-faktor yang memperngaruhi masalah kesehatan klien. Tujuan dari
pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan,
yang mencakup peningkatan kesehatan,
pecegahan penyakit, pemuliahan kesehatan dan memanifestasi koping. Perencanaan
tindakan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik, jika klien mempunyai
keinginan untuk beradapatasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. Selama
tahap pelaksanaan, perawat harus melakukan pengumpulan data dan memilih tinakan
keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien. Semua tindakan
keperwatan di catat dalam format yang telah ditetapkan oleh semua institusi.
Dalam
melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan Tuberkulosis Paru yang perlu
diperhatikan adalah memperhatikan jalan napas, pencegahan tahap penularan
karena penyakit ini sangat berpotensi untuk menularkan kepada orang lain
melalui udara ( born I nfection), bebas dari geala distress pernapasan, nyeri
berkurang / hilang, mempertahan kan berat badan ideal dan menunjukan prubaha
perilau dalam meningkatkan kesehatan.
Dalam
memberikan asuhan keperwatan, perawat harus mampu bekerja sama dengan klien,
keluarga, serta anggota tim kesehatan yang lain sehingga asuhan yang diberikan
dapat optimal dan komprehensif. (Nursalam, 2001: hal 63).
5.
Evaluasi
Keperawatan
Evaluasi
adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa
keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan sudah berhasil dicapai. Melalui
evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi selama
tahap pengkajian, analisa, perencanaan dan pelaksanaan tindakan.
Evaluasi
yang digunakan mencakup dua bagian yaitu evaluasi proses (formatting) dan
evaluasi hasil (sumatif). Evaluasi proses adalah yang dilaksanakan secara
terus-menerus terhadap tindakan yang telah dilakukan . sedangkan evaluasi hasil
adalah evaluasi tindakan secara keseluruhan untuk menilai keberhasilan tindakan
yang dilakukan dan menggambarkan perkembangan dalam mencapai sasaran yang telah
ditentukan.
Adapun
evaluasi yang diharapkan pada penyakit Tuberkulosis Paru berdasarkan diagnosa
yang muncul adalah mempertahankan jalan
napas, mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi, bebas dari distress
pernapasan, nyeri berkurang / hilang ,
bebas dari tanda-tanda malnutrisi dan berat badan menjadi ideal, melakukan
perubahan perilaku dan pola hidup untuk meningkatkan kesehatan dan menurunkan
resiko pengaktifan ulang penyakit Tuberculosis Paru. (Nursalam, 2001 : hal 71)
6. Perencanaan Pulang
Perencanaan pulang atau discharger planning pada
pasien dengan tuberculosis paru adalah:
a. Anjurkan
klien untuk mengkonsumsi obat OAT secata teratur sesuai dengan instruksi
dokter.
b. Mencegah
penyebaran infeksi, contoh membuang dahak ditempat yang tertutup dan tidak
disembarang tempat bila perlu diberi larutan desinfektan
c. Istirahat
yang cukup.
d. Menghidari
suhu udara yang terlalu dingin dan lembab.
e. Memperbaiki
sirkulasi udara di rumah dengan ventilasi rumah yang memadai.
f. Memberikan
penyinaran matahari yang baik di rumah.
g. Menghindari
faktor predisposisi seperti merokok, udara yang lembab dan kotor (polusi).
h. Makanan
yang dianjurkan Diet tinggi protein (Hewani : Daging, susu, telur, ikan. Nabati
: Kacang-kacangan, tahu, tempe), Diet tinggi vitamin : Buah-buahan dan sayuran
i.
Makanan yang harus dihindari adalah alcohol